Penulis : Vincentia Dwiyani
Penerbit : Kanisius
Cetakan : 2016
Tebal : 223 Halaman
ISBN` : 978-979-21-5001-8
Buku Remaja Itu Berani berisi kisah-kisah nyata remaja inspiratif yang mampu menumbuhkan keberanian pada diri sendiri dalam berbagai kesempatan seperti mengambil keputusan. Kisah nyata ini mengajak pembaca, khususnya kaum remaja, untuk berani menerima kenyataan, mengambil sikap, dan membuat pilihan. Persoalan remaja masih terkait relasi dengan guru, orangtua, pelajaran, kegagalan, keberhasilan, sekolah, dan rasa bimbang ketika harus mulai memilih perguruan tinggi.
Tantangan remaja bisa datang dari luar dan dalam diri sendiri. Yang dari luar bisa jadi tidak disadari, tapi kadang justru orang sekitar yang melihat. Tantangan dari dalam diri sendiri pada umumnya karena pikiran-pikiran remaja itu sendiri. Ada yang mengatakan, “Mengapa hidup tidak dipermudah saja, tanpa tantangan. Hidup akan berjalan mulus dan nyaman.” Tetapi tidak sedikit yang berpikir positif dalam menghadapi tantangan. Tidak ada tantangan, hidup terasa datar.
Remaja bernama Dwi menjelang peringatan hari kemerdekaan Indonesia, sekolahnya mengadakan lomba antarkelas seperti melukis. Dwi tiba-tiba ditunjuk ketua kelas bernama Dhyana. Padahal dia merasa tidak bisa melukis. Dwi tidak menyadari kelebihannya. Dia tidak sadar nilai gambarnya paling tinggi di kelas.
Dwi akhirnya menyanggupi dan belajar bertanggung jawab. Dwi merasa nervous saat perlombaan berlangsung. Namun dia berhasil melaluinya dengan baik dan menjadi juara dua (halaman 58). Tantangan memang menakutkan pada awalnya, tetapi ketika dilalui, justru jadi jalan menemukan talenta diri seperti dialami Dwi.
Dia kemudian menemukan talentanya setelah mendadak mengikuti lomba lukis di sekolahnya. Dwi kemudian mendapat kepercayaan berikutnya untuk membuat ilustrasi buku dan majalah.
Tantangan ternyata membuat Dwi belajar untuk bertanggung jawab karena di dalam tantangan menempel pula amanat, kepercayaan, dan tanggung jawab untuk melaksanakan tugas sebaik-baiknya.
Di bagian “berani menerima tantangan,” pembaca akan diajak merenungkan tantangan yang dialami dalam hidup sehari-hari berikut konsekuensinya. Menjalani tantangan tidak boleh dengan sesuka hati, tetapi harus secara serius dan usaha sekuat tenaga.
Pergaulan juga memiliki masalahnya sendiri. Pergaulan yang bersifat tertutup bisa menyebabkan seseorang sulit beradaptasi dengan lingkungan. Ada orang yang sulit beradaptasi dengan lingkungan baru. Ini sulit bagi orang tersebut untuk bersikap lebih terbuka. Berada di lingkungan baru juga mengkhawatirkan, tidak aman, dan tidak nyaman. Inilah yang juga dirasakan seorang remaja bernama Heni yang sejak TK hingga SMP selalu bersekolah yang sebagian besar murid keturnan Tionghoa.
Ketika masuk SMA, Heni dan teman-temannya sesama Tionghoa mendapat teguran guru kelas. Guru minta mereka bergabung dengan semua teman sekelas. Jangan hanya berkelompok satu etnis.
Heni awalnya takut harus keluar dari zona nyaman. Namun akhirnya setelah mencoba, dia ternyata bisa bergabung dengan teman-teman sekelasnya yang berasal dari berbagai belahan Indonesia.
Pengalaman berani membaur dan terbuka yang awalnya paksaan dari guru membawa dampak besar pada hidup Heni (halaman 47). Pikiran Dwi dan Heni pada awalnya mungkin sama dengan perasaan remaja sekarang. Mereka takut memulai yang baru dan enggan keluar dari zona nyaman.
Jangan biarkan masa remajamu menjadi biasa saja tanpa gebrakan dan perubahan dari dalam diri. Remaja seharusnya berani untuk merasakan dunia yang begitu luas dengan cara mengeksplorasi bakat dan kemampuan diri. Remaja harus berani mengambil keputusan dan menghadapi konsekuensinya.