Judul : Serpihan Masa Lalu
Penulis : Utami Panca Dewi
Penerbit : Nuansa
Cetakan : Pertama, 2016
Tebal : 155 halaman
ISBN : 978-602-73112-7-5
Novel remaja ini bercerita tentang perjalanan seorang wanita bernama Dara.
Sejak kepergian ibunya, Dara menjadi anak yang pendiam. Tentunya hal membuat itu ayahnya, Farid menjadi prihatin.
Ayahnya yang berprofesi sebagai dokter berinisiatif mengajak Dara mengunjungi Rumah Singgah Bina Insani, yang sekaligus panti asuhan bagi anak-anak yang kurang beruntung, milik Bu Respati.
Dokter Farid ingin Dara memiliki keceriaan kembali seperti sebelum ditinggal ibunya.
Diawali dengan memperkenalkan diri di kelas barunya, banyak anak panti yang meminta Dara menjelaskan cara penyelesaian soal-soal IPA.
Sebab, Dara merupakan siswi paling cerdas di kelas XI IPA 2. Dia mampu menjelaskan soal-soal secara mudah, melebihi teman-teman sekelasnya.
Melihat keceerdasan Darai, Bu Respati mintanya menjadi guru atau pengajar mata pelajaran IPA bagi anak-anak panti.
Kebetulan Rumah Singgah itu belum memiliki guru IPA dan Dara menyetujuinya. Jadi, setiap Jumat sore, Dara memberi pelajaran IPA pada anak-anak panti.
Setelah berbulan-bulan mengajar di Rumah Singgah, akhirnya Dara sadar akan passion-nya. Seketika Dara ingin menjadi guru.
Dia benar-benar menikmati momen saat berada di tengah anak-anak panti tersebut.
Dia merasa jika menemukan kepuasan ketika murid-muridnya bisa memahami materi yang dijelaskannya. Bisa dikatakan sebagai sebuah kebanggaan tersendiri.
Tentu saja cita-cita ini bertolak belakang dengan keinginan dokter Farid, ayahnya.
Sebagai seorang dokter senior, Farid ingin Dara menjadi dokter juga agar dapat menggantikan mengelola klinik tersebut.
Banyak pihak yang heran dengan cita-cita Dara. Salah satunya adalah Ruben, kakak kelasnya yang diam-diam menyukai Dara.
Namun, Dara tetap teguh dengan harapannya. Dia menganggap bahwa setiap anak bebas memilih jalan yang diinginkan tanpa harus memenuhi permintaan orang tuanya.
Padahal Dara memiliki rasa kepada Ruben. Tapi, Dara memilih mengubur perasaannya karena cita-citanya tersebut.
Selain itu, dia juga memikirkan perasaan Mela, sepupu Dara, juga menyukai Ruben.
Karena orang tua Mela baru saja bercerai, Mela harus pindah tempat tinggal dan sekolah. Terlebih lagi Mela mengidap thallasemia.
Dara tak ingin sepupunya bersedih. Jika bersama Ruben bisa membuat Mela bahagia, Dara rela mengesampingkan perasaannya, walau harus sedikit terluka.
Di sisi lain, Dara juga tertarik pada Ale, seorang remaja seusianya yang menjadi penjaja koran di lampu merah.
Adik Ale, Adelia, seorang berkebutuhan khusus merupakan salah satu anak asuh Rumah Singgah Bina Insani, murid Dara.
Setelah ayahnya meninggal, Ale berjuang membesarkan adiknya. Dia rela putus sekolah asal adiknya bisa mengenyam pendidikan.
Dokter Farid tidak senang melihat kedekatan Dara dengan Ale.
Menurutnya, anak jalanan seperti Ale yang berambut gondrong tidak punya sopan santun dan tidak punya masa depan sehingga tidak layak untuk dicintai.
Apalagi mengetahui Dara terlambat pulang karena pergi bersama Ale, makin beranglah Dokter Farid.
Untuk menjauhkan anak kesayangannya dari Ale, Farid mengizinkan Dara mengambil program studi Pendidikan Biologi di Yogyakarta.
Bagi Dara, tak masalah dijauhkan dari Ale, selama tidak dilarang menjadi guru. Sebab, cita-citanya sudah bulat menjadi seorang guru yang berguna bagi setiap anak.
Penulis : Utami Panca Dewi
Penerbit : Nuansa
Cetakan : Pertama, 2016
Tebal : 155 halaman
ISBN : 978-602-73112-7-5
Novel remaja ini bercerita tentang perjalanan seorang wanita bernama Dara.
Sejak kepergian ibunya, Dara menjadi anak yang pendiam. Tentunya hal membuat itu ayahnya, Farid menjadi prihatin.
Ayahnya yang berprofesi sebagai dokter berinisiatif mengajak Dara mengunjungi Rumah Singgah Bina Insani, yang sekaligus panti asuhan bagi anak-anak yang kurang beruntung, milik Bu Respati.
Dokter Farid ingin Dara memiliki keceriaan kembali seperti sebelum ditinggal ibunya.
Diawali dengan memperkenalkan diri di kelas barunya, banyak anak panti yang meminta Dara menjelaskan cara penyelesaian soal-soal IPA.
Sebab, Dara merupakan siswi paling cerdas di kelas XI IPA 2. Dia mampu menjelaskan soal-soal secara mudah, melebihi teman-teman sekelasnya.
Melihat keceerdasan Darai, Bu Respati mintanya menjadi guru atau pengajar mata pelajaran IPA bagi anak-anak panti.
Kebetulan Rumah Singgah itu belum memiliki guru IPA dan Dara menyetujuinya. Jadi, setiap Jumat sore, Dara memberi pelajaran IPA pada anak-anak panti.
Setelah berbulan-bulan mengajar di Rumah Singgah, akhirnya Dara sadar akan passion-nya. Seketika Dara ingin menjadi guru.
Dia benar-benar menikmati momen saat berada di tengah anak-anak panti tersebut.
Dia merasa jika menemukan kepuasan ketika murid-muridnya bisa memahami materi yang dijelaskannya. Bisa dikatakan sebagai sebuah kebanggaan tersendiri.
Tentu saja cita-cita ini bertolak belakang dengan keinginan dokter Farid, ayahnya.
Sebagai seorang dokter senior, Farid ingin Dara menjadi dokter juga agar dapat menggantikan mengelola klinik tersebut.
Banyak pihak yang heran dengan cita-cita Dara. Salah satunya adalah Ruben, kakak kelasnya yang diam-diam menyukai Dara.
Namun, Dara tetap teguh dengan harapannya. Dia menganggap bahwa setiap anak bebas memilih jalan yang diinginkan tanpa harus memenuhi permintaan orang tuanya.
Padahal Dara memiliki rasa kepada Ruben. Tapi, Dara memilih mengubur perasaannya karena cita-citanya tersebut.
Selain itu, dia juga memikirkan perasaan Mela, sepupu Dara, juga menyukai Ruben.
Karena orang tua Mela baru saja bercerai, Mela harus pindah tempat tinggal dan sekolah. Terlebih lagi Mela mengidap thallasemia.
Dara tak ingin sepupunya bersedih. Jika bersama Ruben bisa membuat Mela bahagia, Dara rela mengesampingkan perasaannya, walau harus sedikit terluka.
Di sisi lain, Dara juga tertarik pada Ale, seorang remaja seusianya yang menjadi penjaja koran di lampu merah.
Adik Ale, Adelia, seorang berkebutuhan khusus merupakan salah satu anak asuh Rumah Singgah Bina Insani, murid Dara.
Setelah ayahnya meninggal, Ale berjuang membesarkan adiknya. Dia rela putus sekolah asal adiknya bisa mengenyam pendidikan.
Dokter Farid tidak senang melihat kedekatan Dara dengan Ale.
Menurutnya, anak jalanan seperti Ale yang berambut gondrong tidak punya sopan santun dan tidak punya masa depan sehingga tidak layak untuk dicintai.
Apalagi mengetahui Dara terlambat pulang karena pergi bersama Ale, makin beranglah Dokter Farid.
Untuk menjauhkan anak kesayangannya dari Ale, Farid mengizinkan Dara mengambil program studi Pendidikan Biologi di Yogyakarta.
Bagi Dara, tak masalah dijauhkan dari Ale, selama tidak dilarang menjadi guru. Sebab, cita-citanya sudah bulat menjadi seorang guru yang berguna bagi setiap anak.