Epitaf Rumah Buram
oleh
Maulana Affandi
Pahatan kayu yang indah sebagai atap pelindung tubuh manja
Walau menengadah sombong tak akan gentar oleh sang mentari
Rintik air dari langit ketujuh tak mampu membasahi muka
Tiupan angin kencang tak mampu menembus kokohnya bangunan ini
Berkumpul, berseri, dan berbagi cerita dengan kawan sedarah
Saling membantu dan menyayangi tanpa tanda jasa
Senyum manis dari bibir mereka setiap penghuni rumah
Tempat pelipur lara saat hati sedang berduka
Merasa kenyamanan ini adalah keabadian dan lalai dengan kewajiban
Salah!
Kesombongan menantang alam seakan dicatat olehnya
Mereka dendam, mereka murka
Tak ada yang membantu tak ada yang peduli
Isakan tangis dari setiap wajah yang disayangi mulai meredup
Sepi…. Dingin… Sendiri…
Tubuh terjepit tanah yang dipenuhi cacing-cacing liar
Kain putih bersahaja sudah berganti warna dan tak layak pakai
Itulah rumah sesungguhnya, rumah keabadian.
Rumah yang hanya beratapkan epitaf nama buram.