Secara harfiah, Hegemoni berasal dari bahasa Yunani yaitu Hegeisthai yang berarti memimpin, memerintah, serta kekuasaan.
Konsep hegemoni banyak digunakan oleh sosiolog untuk menjelaskan fenomena terjadinya usaha mempertahankan kekuasaan oleh pihak penguasa.
Penguasa disini memiliki arti luas, tidak hanya terbatas pada penguasa negara (pemerintah) saja, melainkan penguasa dalam ekonomi maupun sosial.
Menurut filosofi, konsep Hegemoni pertama kali dipopulerkan oleh ahli filsafat politik terkemuka asal Italia, Antonio Gramsci.
Dia membangun suatu teori yang menekankan bagaimana penerimaan kelompok dominan berlangsung dalam suatu proses yang damai, tanpa tindak kekerasan.
Media dapat menjadi sarana di mana satu kelompok mengukuhkan posisinya dan merendahkan kelompok lain.
Proses marjinalisasi wacana ini berlangsung secara wajar, khalayak tidak merasa dimanipulasi oleh media.
Hegemoni dapat didefinisikan sebagai dominasi oleh satu kelompok terhadap kelompok lainnya, tanpa ancaman kekerasan.
Sehingga ide-ide yang didiktekan oleh kelompok dominan terhadap kelompok yang didominasi dapat diterima sebagai sesuatu yang wajar (common sense).
Dengan begitu, dapat ditarik kesimpulan sederhana bahwa Hegemoni berarti kepemimpinan.
Namun, adapula yang mengatakan pengertian hegemoni adalah bentuk penguasaan terhadap kelompok tertentu dengan menggunakan kepemimpinan intelektual dan moral secara konsensus.
Artinya, kelompok-kelompok yang terhegemoni menyepakati nilai-nilai ideologis penguasa.
Teori hegemoni dibangun atas premis yang menyatakan pentingnya ide dan tidak mencukupinya kekuatan fisik dalam kontrol sosial politik (Sugiono, 1999:31-34).
Pentingnya ide dalam kontrol sosial politik memiliki arti agar yang dikusai mematuhi penguasa, sedangkan yang dikuasai tidak hanya harus merasa mempunyai dan menginternalisasi nilai-nilai serta norma penguasa.
Lebih dari itu, mereka harus memberi persetujuan atas subordinasi mereka.
Inilah yang dimaksudkan Gramsci dengan “hegemoni” atau dengan kata lain, hegemoni dapat diartikan menguasai dengan “kepemimpinan moral dan intelektual”.