Proses Morfologis Bahasa Indonesia

Morfologis adalah bagian dari kajian morfoligi, yakni ilmu yang mempelajari mengenai bentuk kaidah bahasa.

Adapun proses morfologis adalah proses pembentukan kata-kata dari kesatuan yang lain yang merupakan bentuk dasarnya ( Ramlan: 1979).

Bentuk dasar sendiri bisa berupa kata, seperti kata "berjalan" yang dibentuk dari kata "jalan, kata "menulis" dibentuk dari kata "tulis," "gedung-gedung" dari kata "gedung."

Mungkin juga berupa pokok kata, atau istilah lainnya prakatagorial, misalnya kata "bertemu" dari pokok kata "temu," kata "mengalir" dari kata "alir;" mungkin berupa frase, misalnya frase "ketidakadilan" dibentuk dari frase tidak "adil."

Dalam bahasa Indonesia terdapat tiga proses morfologis, yaitu :

1. Proses pembubuhan afiks (afiksasi)
2. Proses pengulangan (reduplikasi)
3. Proses pemajemukan.

Di samping tiga proses morfologis di atas, dalam bahasa Indonesia sebenarnya masih ada satu proses lagi yang disebut dengan proses perubaan zero.

Proses ini hanya meliputi sejumlah kata tertentu, yakni kata yang termasuk golongan kata verbal transitip, seperti : makan, minum, minta, dan mohon, yang semuanya adalah kata verbal transitif (kata verbal yang dapat diikuti oleh objek dan dapat diubah menjadi kata verbal pasif). Misalnya:

Membeli => dibeli
Memperbaiki => diperbaiki
Makan => dimakan
Minum => diminum

1. Poses Pembubuhan Afiks (Imbuhan)

Proses pembubuhan afiks adalah pembubuhan afiks suatu satuan, baik satuan itu berupa bentuk tunggal maupun bentuk kompleks, untuk membentuk kata. Misalnya pembubuhan afik ber- pada kata jalan menjadi berjalan. Pada sepeda menjadi bersepeda.

Bentuk tunggal => terdiri dari satu morfem, misalnya : makan, minum.
Bentuk kompleks => terdiri lebih dari satu morfem : rumah makan, berlari,.
Kata berlari terdiri dari dua morfem yakni morfem [ber-] dan morfem [lari].

Satuan yang dilekati afiks atau yang menjadi dasar pembentukan bagi satuan yang lebih besar disebut bentuk dasar, dalam contoh di atas kata jalan adalah bentuk dasar dari berjalan, kata sepeda adalah bentuk dasar dari kata bersepeda

Bentuk afiksasi yang salah

Tak jarang kita mendengar dipungkiri, atau kata mempesona. Kata-kata tersebut memiliki intensitas yang cukup tinggi, artinya sering diucapkan.

Tapi apakah kata-kata tersebut sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia? Berikut sedikit pembahasan:

Fonem /N/ pada morfem meN berubah menjadi fonem /m/ apabila bentuk dasar yang mengikutiya berawal /p,b,f/. Misalnya :

meN + pesan => memesan
meN + pukul => memukul
meN + potong => memotong
meN + Pesona => memesona

Jadi sudah jelas bahwa kata yang benar adalah memesona, bukan mempesona. Lalu bagimana dengan kata dipungkiri?

Kata dipungkiri adalah bentuk yang salah. Dalam KBBI tidak ada kata dasar pungkir yang ada adalah mungkir jadi bentuk yang benar adalah dimungkiri.

2. Proses Pengulangan (Reduplikasi)

Proses pengulangan atau reduplikasi adalah pengulangan suatu gramatik, baik seluruhnya maupun sebagian, baik dengan variasi fonem maupun tidak.

Hasil pengulangan tersebut disebut kata ulang, sedangkan satuan yang diulang disebut bentuk dasar.

Misalnya kata ulang rumah-rumah dibentuk dari kata dasar rumah, kata ulang berjalan jalan dibentuk dari kata berjalan kata ulang bolak balik berasal dari kata balik.

Akan tetapi kita sering terkecoh dengan bentuk yang mirip dengan kata ulang, tetapi susunguhnya bukanlah kata ulang, jika dilihat dari tinjauan deskriptif.

Misalnya kata-kata berikut: sia-sia, huru-hara, mondar-mandir. Kata-kata tersebut bukanlah kata ulang, karena sebenarnya tidak ada satuan atau kata dasar yang diulang.

kata sia-sa bukan berasal dari kata dasar sia, karena dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tidak ada kata dasar sia, begitupun dengan kata huru-hara, dan kata mondar-mandir.

3. Proses Pemajemukan

Dalam bahasa Idonesia kerap sekali ditemukan gabungan dua kata yang membentuk makan baru.

Kata yang terjadi dari gabungan dua kata tersebut lazim disebut dengan kata mejemuk. Rumah sakit, meja makan, kepala batu.

Cara Membedakan Antara Kata Menjemuk Dengan Yang Bukan Kata Mejemuk?

Misalnya saya beri contoh kursi malas dengan adik malas. Mana diantara contoh tersebut yang merupakan kata mejemuk.

Dilihat dari kategori pengolongan kata, kata kursi malas dan adik malas terdiri dari kata benda dan kata sifat.

Artinya keduanya mempunyai kemungkinan sebagai klausa dan sebagai frase.

Jika kursi malas sebagi klausa, tentu dapat diikuti dengan kata itu, misalnya menjadi *kursi itu malas, kata malas dapat diikuti dengan kata sangat,tidak agak, *kursi itu sangat malas,* kursi itu agak malas.

Jelaslah bahwa semua itu tidak lazim. berbeda halnya dengan adik malas, dapat diperluas menjadi *adik yang malas, atau adik itu sangat malas. Jadi jelas kursi malas bukanlah klausa.

Jika kursi malas itu fase, tentu dapat disela dengan kata yang, misalnya pada contoh tadi; adik malas dapat disisipi kata yang menjadi adik yang malas.

Sedangkan kursi yang malas tidak lazim atau tidak berterima, oleh karena itu maka kursi malas bukanlah frase melaikan kata majemuk.

Previous Post Next Post