Historiografi Tradisional
Historiografi tradisional adalah suatu bentuk sejarah yang memusatkan perhatian pada interpretasi fakta dan data yang diperoleh dari sumber-sumber secara tradisional.
Historiografi tradisional juga bisa disebut sebagai penulisan sejarah yang dilakukan oleh para sastrawan atau pujangga keraton dan bangsawan kerajaan.
Dalam historiografi tradisional, fakta dan data yang dianggap benar adalah yang terakhir ditemukan, dan historiografer berusaha untuk mengumpulkan lebih banyak informasi untuk melengkapi cerita sejarah.
Meskipun dengan pendekatan ini historiografer bisa mendapatkan fakta-fakta yang akurat, pandangan subyektif historiografer tetap berpengaruh pada interpretasi sejarah yang diciptakannya.
Historiografi tradisional mengacu pada cara-cara sejarah ditulis pada masa lalu, ketika sumber-sumber primer (baik yang ditulis, lisan, maupun arkeologis) merupakan satu-satunya sumber untuk mengumpulkan data sejarah.
Sejarah sangat dipengaruhi oleh siapa yang memiliki akses ke sumber-sumber ini, sehingga gambaran sejarah yang diciptakan bisa sangat subyektif.
Karena sumber-sumber tersebut dipandang sebagai otoritatif dan benar, maka historiografi tradisional sering menekankan pentingnya memperluas pengetahuan dan pengumpulan sumber untuk ”menceritakan” perjalanan sejarah yang benar.
Ciri-Ciri Historiografi Tradisional
Beberapa ciri-ciri dari historiografi tradisional adalah sebagai berikut:
- Istana Sentris, artinya yang berpusat pada kehidupan istana kerajaan.
- Religius Magis, dihubungkan dengan kepercayaan dan hal-hal yang gaib. Seorang raja dianggap sebagai wujud penjelmaan Dewa atau Tuhan, sehingga dianggap memiliki kekuatan magis atau gaib.
- Feodalistis-aristokratis, artinya hanya membahas kehidupan kaum bangsawan feodal, tidak memuat riwayat kehidupan rakyat, tidak membicarakan segi sosial dan ekonomi dari kehidupan rakyat.
- Tidak terlalu membedakan hal-hal yang khayal dan hal-hal yang nyata.
- Bersifat regio-sentris atau kedaerahan (enocentrisme), artinya historiografi tradisional menekankan pada budaya dan suku bangsa di kerajaan tersebut.
- Dalam penguraiannya banyak terjadi kesalahan-kesalahan, misalnya berkaitan waktu dan kaitannya dengan fakta sejarah, penggunaan kosa kata, penggunaan nama, dsb.
Kelebihan Historiografi Tradisional
Historiografi tradisional memiliki beberapa kelebihan, antara lain:
1. Sejarah dinasti untuk kepentingan generasi berikutnya
Historiografi tradisional biasanya berfokus pada kisah raja atau penguasa, serta garis keturunan dan prestasinya. Hal ini penting untuk menjaga kontinuitas kekuasaan dan legitimasi raja.
2. Penulisan menggunakan romantisme klasik
Historiografi tradisional sering kali menggunakan bahasa yang indah dan puitis, serta diwarnai dengan unsur-unsur mitologi dan legenda. Hal ini membuat historiografi tradisional lebih menarik untuk dibaca dan dinikmati.
3. Dapat menunjukan legitimasi dan kondisi politik kerajaan
Historiografi tradisional biasanya ditulis untuk tujuan legitimasi kekuasaan raja. Oleh karena itu, historiografi tradisional sering kali menekankan pada aspek-aspek positif dari raja dan kerajaannya.
4. Konsep genealogi (silsilah) runtut dan kronologis
Hal ini memudahkan pembaca untuk memahami hubungan antara raja-raja dan peristiwa-peristiwa sejarah.
Contoh Historiografi Tradisional
Berikut adalah beberapa contoh historiografi tradisional di Indonesia:
1. Pustaka Raja-Raja
Karya ini ditulis oleh Mpu Prapanca pada abad ke-14 yang menceritakan sejarah Kerajaan Majapahit, mulai dari masa pemerintahan Raden Wijaya hingga Hayam Wuruk.
2. Pararaton
Karya ini ditulis oleh Mpu Tantular pada abad ke-14. Pararaton menceritakan sejarah Kerajaan Singasari, mulai dari masa pemerintahan Ken Arok hingga Kertanegara.
3. Sejarah Melayu
Karya ini ditulis oleh Tun Sri Lanang pada abad ke-16. Sejarah Melayu menceritakan sejarah Kerajaan Melayu, mulai dari masa pemerintahan Iskandar Zulkarnain hingga Sultan Alauddin Riayat Syah.
4. Hikayat Banjar
Karya ini ditulis pada abad ke-17. Hikayat Banjar menceritakan sejarah Kerajaan Banjar, mulai dari masa pemerintahan Lambung Mangkurat hingga Sultan Tahmidullah II.
5. Babad Tanah Jawi
Karya ini ditulis pada abad ke-17. Babad Tanah Jawi menceritakan sejarah Kerajaan Mataram, mulai dari masa pemerintahan Panembahan Senopati hingga Sultan Agung.