Mendekati bulan suci Ramadan, media sosial akan diramaikan dengan informasi terkait sidang isbat. Tahukah kamu apa itu sidang isbat?
Pengertian Sidang Isbat
Sidang Isbat adalah sebuah sidang penetapan awal bulan Hijriah yang diselenggarakan oleh Kementerian Agama Republik Indonesia.
Sidang ini menjadi momen penting bagi umat Islam di Indonesia untuk mengetahui awal bulan Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah.
Sidang ini menggabungkan dua metode, yaitu hisab (perhitungan astronomi) dan rukyat (pengamatan bulan sabit).
Dalam sidang isbat, para ahli mengumpulkan informasi tentang pengamatan hilal baru dari berbagai lokasi. Jika bulan sabit terlihat, sidang tersebut akan mengumumkan awal bulan baru dalam kalender Islam.
Sidang isbat bertujuan untuk memastikan bahwa perayaan dan aktivitas penting dalam Islam, seperti awal Ramadan atau Idul Fitri, dimulai pada waktu yang tepat sesuai dengan pengamatan bulan baru.
Sejarah Sidang Isbat
Tradisi rukyatul hilal atau pengamatan bulan sabit telah dilakukan sejak zaman Nabi Muhammad SAW.
Di Indonesia, tradisi ini dipraktikkan oleh berbagai organisasi Islam, termasuk Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU).
Mengutip laman Kemenag, sidang isbat pertama kali dilakukan di Indonesia sejak dekade 1950-an, sebagian sumber menyebut tahun 1962.
Versi lain juga menyebut jika pada tahun 1978, pemerintah Indonesia mulai menyelenggarakan Sidang Isbat untuk menyatukan penetapan awal bulan Hijriah.
Namun, langkah monumental Kementerian Agama dalam membentuk Badan Hisab dan Rukyat (BHR) terjadi pada tahun 1972.
Badan Hisab dan Rukyat didirikan sesuai Keputusan Menteri Agama Nomor 76 Tahun 1972 dan dipimpin pertama kali oleh Sa’adoeddin Djambek, seorang ahli falak terkemuka dari organisasi Muhammadiyah.
Selama masa Orde Baru, Badan Hisab dan Rukyat (BHR) menetapkan awal bulan Hijriah dengan menggunakan metode imkanur rukyat.
Pendekatan ini memiliki tiga kriteria untuk menentukan bulan baru, yaitu tinggi bulan sabit di atas dua derajat, jarak antara bulan sabit dan matahari minimal tiga derajat, serta umur bulan sejak ijtimak selama 8 jam.
Pada masa kepemimpinan Menteri Agama K.H. Saifuddin Zuhri, dikeluarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 47 Tahun 1963 yang membahas perincian organisasi dan tata kerja Departemen Agama.
Dalam Pasal 26, dijabarkan 47 tugas Departemen Agama, termasuk “menetapkan tanggal-tanggal hari raya yang ditetapkan sebagai hari libur”.
Proses Sidang Isbat
Sidang Isbat biasanya dihadiri oleh berbagai pihak, seperti:
- Menteri Agama
- Dirjen Bimas Islam
- Tim Hisab Rukyat Kementerian Agama
- Ormas Islam
- Perwakilan Duta Besar negara-negara sahabat
- Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN)
Sidang diawali dengan pemaparan hasil hisab rukyat oleh Tim Hisab Rukyat Kementerian Agama yang secara langsung dilakukan oleh Tim Kemenag di 134 titik lokasi di seluruh Indonesia. Setelahnya, seluruh tim melaporkan hasil rukyat.
Setelah itu, sidang akan membahas dan mempertimbangkan berbagai masukan sebelum memutuskan penetapan awal bulan Hijriah.
Keputusan sidang isbat oleh Kemenag bersifat final dan mengikat bagi seluruh umat Islam di Indonesia.
Pemerintah kemudian menetapkan hari raya berdasarkan keputusan Sidang Isbat.
Sidang Isbat biasanya berlangsung singkat, sekitar 1-2 jam. Namun, pada beberapa kasus, sidang dapat berlangsung lebih lama jika terdapat perbedaan pendapat atau hasil rukyat yang tidak konsisten.
Sumber: Kemenag