Pada tahun 1977, George Libman Engel (10 Desember 1913 – 26 November 1999), seorang internist dan psikiater Amerika yang menghabiskan sebagian besar kariernya di University of Rochester Medical Center di Rochester, New York, memberikan kontribusi besar terhadap dunia kedokteran melalui perumusan model biopsikososial.
Engel mengkritik pandangan dominan dalam dunia medis pada masa itu. Ia menyatakan bahwa paradigma biomedis mengharuskan semua penyakit, termasuk penyakit “mental”, dipahami sebagai gangguan dari mekanisme fisik dasar.
Ia menambahkan bahwa hal ini hanya memungkinkan dua pendekatan dalam praktik medis: reduksionis, yang berpendapat bahwa semua fenomena penyakit harus dijelaskan dalam istilah prinsip-prinsip fisiko-kimia; dan eksklusionis, yang berpendapat bahwa apa pun yang tidak dapat dijelaskan dengan cara demikian harus dikeluarkan dari kategori penyakit.
Para pendukung pendekatan reduksionis mengakui bahwa beberapa gangguan termasuk dalam spektrum penyakit, dan mereka mengkategorikannya sebagai penyakit mental. Sebaliknya, para pendukung pendekatan eksklusionis memandang penyakit mental sebagai mitos.
Mari kita lihat dampak praktis dari kedua pendekatan ini melalui kasus berikut:
John adalah seorang pria berusia 35 tahun yang telah menjalani pengobatan untuk gangguan panik dengan paroksetin (Paxil) selama lima tahun.
John memutuskan untuk mengurangi dan menghentikan paroksetin karena merasa sehat selama tiga tahun terakhir.
Beberapa hari setelah menghentikan obat, John mengalami gejala seperti flu, kelelahan, pusing, kebingungan, dan perubahan mood yang cepat.
Awalnya ia mengira terkena flu karena musim dingin dan banyak rekan kerjanya juga mengalami hal yang sama.
Namun, setelah dua minggu gejala-gejala tersebut tidak kunjung hilang, ia memutuskan untuk berkonsultasi dengan dokter umum.
Di sinilah pendekatan eksklusionis terlihat. Dokter umum meyakinkan John bahwa itu adalah flu biasa.
Ketika John menjelaskan bahwa gejala-gejala tersebut muncul setelah menghentikan paroksetin, dokter umum mengatakan bahwa gejala-gejala tersebut tidak dapat dijelaskan dengan cara itu, sehingga harus dikeluarkan dari kategori penyakit mental dan dianggap sebagai flu biasa.
Dokter umum kemudian meresepkan obat antiinflamasi non-steroid. Namun, setelah dua minggu berikutnya, gejala-gejala John malah bertambah parah, termasuk mimpi buruk dan detak jantung yang cepat. Ia kemudian meminta konsultasi dengan psikiater yang sebelumnya meresepkan paroksetin.
Di sinilah pendekatan reduksionis terlihat. Psikiater mengakui bahwa sindrom penghentian antidepresan telah didokumentasikan dalam literatur medis dan gejala-gejala John mungkin terkait dengan kondisi tersebut.
Namun, dengan alasan bahwa sindrom penghentian jarang terjadi dan gejalanya biasanya singkat, psikiater menyimpulkan bahwa gejala-gejala tersebut merupakan awal dari kambuhnya gangguan panik.
Oleh karena itu, psikiater menyarankan John untuk kembali menggunakan paroksetin untuk menghilangkan gejala-gejalanya.
John kembali menggunakan paroksetin dan gejalanya hilang dalam dua hari. Ia melaporkan hal ini kepada psikiater, dan psikiater menyarankan agar ia tidak menghentikan paroksetin lagi.
Pada tahun 1977, George Libman Engel mengusulkan alternatif terhadap kedua pendekatan tersebut. Ia menyarankan agar dokter, termasuk psikiater, menggunakan model biopsikososial.
Model ini berfokus pada menentukan apakah seseorang sakit atau sehat, mengapa mereka sakit, dan bagaimana penyakit tersebut mempengaruhi mereka.
Tujuannya adalah mengembangkan rencana perawatan yang komprehensif untuk mengatasi aspek fisik, psikologis, dan sosial dari penyakit tersebut.
Sumber: https://www.madinamerica.com/2019/01/antidepressant-withdrawal-syndromes/