Legenda Batu Menangis adalah salah satu cerita rakyat yang berasal dari Indonesia, tepatnya dari Kalimantan Barat.
Kisah ini menceritakan tentang seorang anak yang durhaka kepada ibunya, yang kemudian dikutuk menjadi batu.
Legenda Batu Menangis mengajarkan kita tentang pentingnya menghormati dan berbakti kepada orang tua.
Kisah ini mengingatkan kita bahwa kesombongan dan ketidakpatuhan kepada orang tua bisa membawa malapetaka.
Legenda Batu Menangis
Dahulu kala, di sebuah desa yang asri, hiduplah seorang gadis cantik bernama Darmi. Kecantikannya begitu memukau sehingga membuat semua orang terpana.
Namun, di balik kecantikan itu tersimpan sifat yang buruk. Darmi sangat sombong dan selalu meremehkan ibunya yang telah merawatnya dengan penuh kasih sayang.
Setiap hari, Darmi lebih senang bersolek dan berhias daripada membantu ibunya mengerjakan pekerjaan rumah tangga.
Ia selalu merasa dirinya lebih tinggi derajatnya dari orang lain. Ibunya yang sabar hanya bisa menasihati Darmi, namun nasihat itu selalu jatuh ke telinga yang tuli.
Suatu hari, Darmi sedang asyik bersolek di depan cermin. Tiba-tiba, ibunya datang dan memintanya untuk membantu membuatkan makanan.
Dengan kesal, Darmi menolak permintaan ibunya. Ia bahkan berkata dengan kasar bahwa ibunya tidak tahu apa-apa.
Mendengar perkataan anaknya yang menyakitkan, hati ibu Darmi hancur berkeping-keping.
Seiring bertambahnya usia, Darmi itu semakin tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik.
Banyak pemuda yang tertarik padanya, tetapi dia selalu menolak dengan alasan mereka tidak cukup kaya.
Suatu hari, Darmi merasa malu dengan penampilan ibunya yang tua dan miskin, terutama ketika mereka harus pergi ke pasar bersama.
“Bu, aku tidak mau lagi pergi ke pasar denganmu. Aku malu melihat penampilanmu yang lusuh dan tua. Orang-orang akan menertawakanku,” kata gadis itu dengan kasar.
Mendengar perkataan anaknya, sang ibu merasa sangat sedih. Namun, karena cinta yang besar kepada anaknya, sang ibu hanya bisa menahan air mata dan berharap Darmi akan berubah suatu hari nanti.
Suatu hari, Darmi itu meminta ibunya untuk membelikannya pakaian baru yang indah.
Sang ibu dengan segenap kemampuannya menuruti permintaannya, meskipun ia harus menjual harta terakhir yang dimilikinya.
Setelah mendapatkan pakaian baru, Darmi meminta ibunya untuk mengantarnya ke pasar agar semua orang bisa melihat betapa cantiknya dia.
Saat mereka berjalan ke pasar, Darmi itu dengan sengaja berjalan di depan ibunya, menjaga jarak agar tidak terlihat berjalan bersama.
Setiap kali bertemu dengan orang, jika ada yang bertanya tentang siapa yang bersamanya, Darmi dengan sombong menjawab bahwa wanita tua di belakangnya adalah pembantunya.
Sang ibu yang mendengar semua itu merasa sangat sedih dan terluka. Namun, ia tetap berjalan di belakang anaknya.
Hingga akhirnya, setelah beberapa kali mendengar anaknya menghina dan mengakuinya sebagai pembantu, sang ibu tidak bisa lagi menahan kesedihannya.
Dengan air mata berlinang, sang ibu berhenti, menengadahkan tangannya ke langit, dan berdoa.
Tak lama setelah doa itu terucap, tiba-tiba langit mendung dan angin bertiup kencang. Tiba-tiba tubuh Darmi mengeras, berubah menjadi batu.
Darmi menangis meminta ampun kepada ibunya, tetapi semuanya sudah terlambat. Tubuhnya semakin mengeras, dan akhirnya seluruh tubuhnya berubah menjadi batu.
Meskipun telah berubah menjadi batu, air mata Darmi terus mengalir, membasahi batu sehingga dikenal sebagai “Batu Menangis”.
Batu itu masih ada hingga sekarang dan menjadi simbol dari kisah tragis tentang anak durhaka yang tidak menghormati ibunya.