Evaluasi Kebijakan Zonasi dan Ketersediaan Guru Jadi Fokus Pemerintah di Kabinet Merah Putih

Evaluasi Kebijakan Zonasi dan Ketersediaan Guru

Evaluasi Kebijakan Zonasi dan Ketersediaan Guru (kemdikbud)

Pemerintah melalui Kabinet Merah Putih periode 2024-2029 memberikan perhatian besar pada dua isu utama di bidang pendidikan, yaitu kebijakan zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dan distribusi guru di seluruh wilayah Indonesia.

Kedua isu ini menjadi sorotan dalam Rapat Koordinasi Evaluasi Kebijakan Pendidikan yang diadakan bersama para Kepala Dinas Pendidikan dari seluruh Indonesia di Jakarta, Senin (11/11).

Wakil Presiden Gibran Rakabuming menegaskan perlunya evaluasi yang mendalam untuk memastikan keberlanjutan dan efektivitas kebijakan zonasi.

Gibran mengakui bahwa kebijakan zonasi meskipun bermanfaat dalam mendekatkan siswa dengan sekolah di sekitar mereka, masih menghadapi tantangan dalam pelaksanaannya.

Tantangan utamanya adalah ketidakmerataan fasilitas pendidikan dan distribusi guru yang belum optimal di beberapa wilayah.

"Zonasi, sekali lagi, ini program yang baik, tapi mungkin belum bisa diterapkan di semua wilayah," ujarnya.

Di rakor tersebut, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, menegaskan komitmen pemerintah untuk terus meningkatkan kualitas dan akses pendidikan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Melalui kebijakan PPDB dan rekrutmen Guru Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), ia berharap dapat mendukung pembangunan sumber daya manusia, teknologi, dan pendidikan yang menjadi visi utama dari Asta Cita ke-4, program prioritas Presiden dan Wakil Presiden.

"Satu hal yang ingin kami tekankan pada kesempatan ini, sesuai dengan visi Kemendikdasmen yang mengacu kepada Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional dan Program Asta Cita, kami berusaha untuk memberikan pelayanan pendidikan yang bermutu untuk semua," paparnya.

Penyempurnaan PPDB dan Zonasi untuk Pemerataan Akses Pendidikan

Abdul Mu’ti mengakui bahwa kebijakan PPDB berbasis zonasi masih perlu diperbaiki agar dapat memberikan akses pendidikan yang setara, adil, dan berkualitas untuk semua anak Indonesia.

Tujuan dari kebijakan zonasi adalah untuk memastikan bahwa setiap anak bisa belajar di sekolah yang dekat dengan tempat tinggal mereka, sekaligus mengintegrasikan siswa dari berbagai latar belakang sosial dalam satu kelas.

Diharapkan bisa menciptakan lingkungan belajar yang lebih inklusif dan mendukung integrasi sosial di kalangan siswa.

"Zonasi menjadi kebijakan strategis untuk memastikan bahwa setiap anak Indonesia mendapatkan layanan pendidikan bermutu, yang tidak jauh dari tempat tinggal. Selain itu, dengan zonasi, satu kelas terdiri atas murid-murid dari berbagai kelas sosial juga dimaksudkan agar terjadi proses integrasi sosial di antara para murid di lingkungan atau wilayah tertentu," ujar Abdul Mu’ti.

Namun, ia juga menegaskan bahwa tantangan yang ada, seperti distribusi guru dan fasilitas, harus ditangani agar zonasi bisa berjalan maksimal.

Rekrutmen Guru PPPK untuk Menjamin Kualitas dan Kesejahteraan Guru

Di sisi lain, Abdul Mu’ti menyoroti pentingnya rekrutmen guru PPPK sebagai solusi untuk memenuhi kebutuhan guru di seluruh Indonesia.

Melalui program ini, pemerintah berupaya menambah jumlah guru agar layanan pendidikan dapat berjalan sesuai standar kualitas yang diharapkan.

Kemendikdasmen juga menilai bahwa rekrutmen guru PPPK dapat membantu meningkatkan kesejahteraan guru, khususnya bagi mereka yang selama ini berstatus non-ASN atau honorer.

Saat ini, proses rekrutmen guru PPPK untuk tahun 2024 sedang berlangsung.

Meski ada target untuk mengangkat hampir 300 ribu guru menjadi ASN PPPK, pemerintah masih menghadapi kekurangan tenaga pengajar, yaitu sekitar 200 ribu dari total kebutuhan formasi guru yang mencapai 419.146.

Untuk menutupi kekurangan ini, Kemendikdasmen akan terus melanjutkan rekrutmen guru hingga tahun 2025.

Tantangan dalam Distribusi Guru PPPK

Namun, Abdul Mu’ti mengungkapkan beberapa masalah yang ditemukan selama melakukan audiensi dengan organisasi penyelenggara pendidikan.

Salah satu masalah yang muncul adalah penempatan guru PPPK yang sejauh ini hanya terbatas di sekolah negeri.

Akibatnya, ada wilayah yang kelebihan formasi guru PPPK di sekolah negeri, sementara sekolah swasta di wilayah yang sama justru kekurangan guru.

"Penempatan guru PPPK yang hanya di sekolah negeri  ternyata memicu masalah, yakni ada sejumlah sekolah di satu wilayah yang kelebihan formasi guru PPPK, sementara ada sekolah swasta di wilayah yang sama malah kekurangan formasi guru PPPK," kata Abdul Mu’ti.

Melihat kondisi ini, Kemendikdasmen mendorong pemerintah daerah untuk melakukan redistribusi guru di wilayah mereka agar pemerataan guru bisa tercapai.

Dengan langkah ini, diharapkan bahwa tidak hanya sekolah negeri, tetapi juga sekolah swasta bisa mendapatkan dukungan tenaga pengajar yang memadai.

Melalui kebijakan zonasi PPDB dan program rekrutmen guru PPPK, pemerintah berkomitmen untuk memberikan pelayanan pendidikan berkualitas yang merata di seluruh Indonesia.

Abdul Mu’ti berharap bahwa langkah-langkah ini dapat menjadi solusi untuk menciptakan sistem pendidikan yang lebih inklusif dan berkelanjutan, di mana setiap anak Indonesia, tanpa memandang status sosial atau tempat tinggal, bisa mendapatkan pendidikan yang layak.

Previous Post Next Post