Anwar Abbas (Muhammadiyah) |
Rencana libur sekolah selama bulan Ramadan bagi institusi pendidikan di bawah Kementerian Agama (Kemenag) mengundang beragam tanggapan.
Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Anwar Abbas, menyambut baik gagasan tersebut, sembari menegaskan bahwa libur sekolah bukan berarti anak-anak berhenti mendapatkan pendidikan.
Menurut Anwar, pendidikan tidak hanya terjadi di ruang kelas, tetapi juga dapat berlangsung di rumah dan lingkungan masyarakat.
"Pendidikan itu bisa berlangsung di tiga tempat, di sekolah, di rumah dan di masyarakat. Saya setuju dengan gagasan Menag tersebut di mana anak-anak libur di bulan puasa. Itu artinya anak-anak selama bulan puasa tidak pergi ke sekolah," kata Anwar saat dihubungi, Rabu (1/1/2025)
Anwar menekankan pentingnya kolaborasi antara pihak sekolah, orang tua, dan masyarakat untuk memastikan anak-anak tetap memperoleh pembelajaran yang bermakna selama Ramadan.
Ia mengusulkan agar Kemenag segera merancang program pendidikan berbasis rumah dan masyarakat yang dapat diimplementasikan saat libur sekolah.
Program tersebut mencakup aspek-aspek penting seperti pendidikan agama, sosial, seni, budaya, olahraga, hingga keterampilan praktis.
"Tetapi bukan berarti mereka tidak mendapat pendidikan. Pendidikan tetap di dapat oleh sang anak tapi itu mereka perdapat dari orang tua dan masyarakat," ucap Anwar.
Dalam pandangan Anwar, libur Ramadan justru dapat menjadi peluang untuk memindahkan pendidikan dari kerangka formal ke lingkungan nyata.
Anak-anak dapat belajar langsung dari pengalaman sehari-hari, seperti mengikuti kegiatan keagamaan di masjid, membantu orang tua di rumah, atau terlibat dalam kegiatan sosial di komunitas mereka.
Menag Nasaruddin Umar sebelumnya juga menyebut wacana ini sebagai langkah awal untuk menciptakan pendidikan yang lebih fleksibel selama bulan Ramadan.
"Tetapi sekolah-sekolah yang lain juga masih sedang kita wacanakan, tetapi ya nanti tunggulah penyampaian-penyampaian," ujar Nasaruddin dalam acara Muhasabah Dzikir dan Doa menyambut Tahun Baru 2025 di Monas, Jakarta Pusat.
Gagasan libur sekolah selama Ramadan tidak hanya mengurangi beban siswa saat berpuasa, tetapi juga membuka peluang untuk mendefinisikan ulang makna pendidikan.
Dengan melibatkan berbagai elemen masyarakat, libur sekolah ini dapat menjadi ajang pembelajaran holistik yang memperkuat nilai-nilai agama, kebersamaan, dan kreativitas.
Jika berhasil diimplementasikan, wacana ini dapat menjadi contoh bagaimana sistem pendidikan dapat beradaptasi dengan kebutuhan spiritual dan sosial tanpa mengorbankan kualitas pembelajaran.
Ramadan, dalam konteks ini, tidak hanya menjadi bulan ibadah tetapi juga bulan pembelajaran yang lebih luas dan bermakna.